Selasa, 04 Februari 2014

Warga Desa Menolak Eksploitasi Kawasan Sungai Luk-Ulo

Kabar tentang kegelisahan masyarakat yang peduli sungai Lukulo terhadap aktivitas penambangan pasir memang telah lama terdengar. Bagi sebagian orang keadaan ini menjadi keprihatinan, tetapi bagi segelintir orang lainnya, terutama bagi pemilik mesin penyedot pasir dan mereka yang menggunakan alat berat backhoe bermakna penghasilan yang berlipat dari biasanya.

Yang dmaksud dengan penghasilan yang berlipat dari biasanya adalah penghasilan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan para penambang tradisional. Karena memang sejak dahulu di daerah aliran sungai (DAS) Luk-Ulo ini banyak orang melakukan aktivitas usaha penambangan pasir. Tetapi kegiatan penambangan pasir secara tradisional ini masih dalam batas-batas dan pertimbangan keseimbangan (ekologis) sungainya. 

Bahkan menurut pencermatan masyarakat yang tinggal bermukim tak jauh dari alur sungai yang dikenal berkelok-kelok ini, kegiatan penambangan pasir dengan cara-cara tradisional dinilai dapat mengendalikan tingkat pendangkalan (sedimentasi) sepanjang alur sungai yang bermuara di Lautan Indonesia. Itu lah sebabnya, sejak lama aktivitas penambangan tradisional berlangsung dan selama itu pula tak menimbulkan masalah bagi masyarakat. 

Menjadi berbeda setelah beberapa orang yang memiliki modal besar, mulai menggunakan alat-alat penggalian modern, bahkan juga mesin-mesin berat seperti back-hoe. Beberapa desa di bagian tengah ke hulu sepanjang alur sungai alam ini dijadikan basis penambangan pasir secara massive dengan menggunakan mesin sedot pasir dan mesin penggali. Kapasitas matrial pasir yang diambil jadi melebihi dari yang semestinya. Kandungan matrial endapan di badan sungai cepat sekali susutnya. 

Realita obyektif demikian memicu pemindahan (ekspansi) lokasi penggalian yang baru lagi di desa lainnya. Akibatnya daerah yang dijadikan basis penggalian menyebar ke mana-mana. Dan makin lama terjadi penambahan jumlah mesin serta alat-alat berat yang digunakan. Ekspansi basis penambangan ini merambat ke kawasan hulu dengan cepat juga. Bahkan semakin memprihatinkan ketika lokasi yang dijadikan areal penambangan, diam-diam memasuki kawasan cagar yang menjadi kawasan museum geologi Karangsambung. 

Ironisnya, pemerintah tak pernah mengambil tindakan tegas terhadap semuanya, seolah abai terhadap tindakan yang mengancam keseimbangan sungai terbesar di Kebumen ini. Masyarakat yang sadar seperti termangu dalam keprihatinan saja. 

Kebangkitan Warga Desa 

Hari Senin (2/1) sebanyak 30-an warga desa Peniron bangkit beraksi seakan ingin lepas dari ketermanguan yang tak jelas namun telah lama terpendam. Warga desa yang merupakan desa kawasan hulu wilayah Kecamatan Pejagoan ini bergerak mendatangi lokasi penambangan pasir sungai di desanya. Tujuannya jelas, menghentikan aktivitas penggalian pasir sungai menggunakan alat berat backhoe di desanya. 

Aksi demonstrasi pemuda ini mendapat kawalan penuh aparat Polsek Pejagoan dan pemerintahan desa memfasilitasi pertemuan dua pihak di balai desa setempat. Kedua fihak, warga dan pengusaha penambangan pasir dimediasi untuk bermusyawarah. 

Kepala Desa (Kades) Peniron, Mustakim, merespons baik aspirasi warganya, terutama yang disampaikan oleh perwakilan elemen pemuda, Taufik Hidayat, kepada fihak pengusaha tambang pasir yang menggunakan backhoe. Bahrun, pengusaha tambang itu pada akhirnya menerima tuntutan warga yang pada prinsipnya bersedia menghentikan kegiatan eksploitasinya dengan menggunakan alat berat. Warga juga menuntut dibangun kembali bronjong kawat penguat talud untuk menahan longsor dalam waktu dua pekan. 

Kesepakatan ini telah dituangkan dalam berita acara dan perjanjian bermeterai dengan disaksikan para pihak. 
Aksi nyata pemuda Desa Peniron ini dinilai sebagai tindakan kepedulian yang nyata terhadap keberadaan sungai Luk-Ulo yang memiliki banyak kandungan sumber daya alam dan membawa manfaat terutama bagi masyarakat sepanjang alur sungai. [arp]   

0 komentar:

Posting Komentar