Rabu, 17 Mei 2006 | NASIONAL
Menelusuri Cagar Geologi Karangsambung (1)
Karangsambung yang terletak 19 kilometer sebelah utara Kebumen, selama ini hanya dikenal sebagai penghasil batu akik dan bambu. Padahal kawasan dengan luas 300 kilometer persegi itu ternyata telah menjadi ''kampus alam'' terbaik untuk pengembangan ilmu kebumian. Berikut laporannya.
HAMPIR semua batu di wilayah Karangsambung bernilai ilmiah. Formasi atau susunan batuan yang unik, lengkap, dan berumur tua (diperkirakan ratusan juta tahun) tersingkap di kawasan pedesaan yang dekat dengan aliran Sungai Luk Ulo.
Selain itu, panorama alamnya juga indah. Bila datang ke daerah itu, Anda masih bisa merasakan hawa sejuk. Aneka batuan yang tampak aneh-aneh dipadukan dengan keasrian lingkungan, menjadikan daerah itu pas sebagai laboratorium alam terbaik di Indonesia.
Tidak heran bila lebih dari 3.000 geolog lahir dan pernah melakukan studi di Karangsambung. Sudah puluhan doktor, ratusan master, dan mungkin ribuan sarjana geologi menimba ilmu di daerah terpencil itu. ''Jangan merasa menjadi geologis bila belum pernah ke Kampus Alam Karangsambung,'' ungkap Kepala Unit Pelaksana Teknis (LIPI) Balai Infomasi dan Konservasi Kebumian (BIKK) Karangsambung Dr Munasri.
Kini sosialisasi artefak bumi di wilayah itu tengah diberikan secara intensif kepada masyarakat dari 56 desa yang meliputi enam kecamatan dan tiga kabupaten.
Empat kecamatan di antaranya, berada di wilayah Kebumen, yakni Kecamatan Karangsambung, Sadang, Karanggayam, dan Alian. Sementara dua lagi di Kecamatan Pagedongan Banjarnegara dan Kecamatan Kaliwiro Wonosobo.
Para ahli geologi meyakini, fenomena geologi yang khas selama terjadi evolusi bumi atau sejak zaman kapur (120 juta tahun yang lalu), sampai sekarang bisa dirunut.
Menurut Munasri, selain fenomena alam, di kawasan itu juga bisa ditemukan tiga jenis batuan dasar, yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Di lokasi itu juga bisa dilacak bukti proses evolusi lempeng kerak bumi.
Batu Konglomerat
Tidak jauh dari Kampus UPT LIPI di Desa Karangsambung atau persis di belakang Kecamatan Karangsambung, bisa ditemukan pesanggrahan yang berupa bukit di tepi Sungai Luk Ulo. Di sana banyak dijumpai batu konglomerat. Meski terlihat tidak terlalu istimewa (untuk sementara ini masih aman dari penambangan manusia), tempat itu menyimpan kekayaan ilmiah dari kelengkapan susunan batuan. Sebab batu yang termasuk batuan sedimen klastik ini bila diiris dan dilihat bagian dalamnya, memiliki tekstur unik. Ada yang memiliki butiran kecil, besar, dan butiran halus.
Tidak jauh dari kampus, tepatnya di belakang tembok, ada batu gamping di sepanjang jalan kampung. Batu gamping yang termasuk sedimen laut dangkal itu mengandung fosil nummulites dan dinamai batu gamping terumbu. Sekitar satu kilometer sebelum masuk Desa Karangsambung, juga ada lereng yang oleh warga disebut Waturondo atau Selorondo. Batuan itu termasuk batuan breksi andesit dan produk gunung api yang diendapkan di dasar laut.
Di Desa Pucangan, dua kilometer dari Karangsambung, juga bisa ditemukan susunan batuan unik yang berwarna biru kemerah-merahan. Menurut Munasri, batuan itu namanya sepentinit, sebagai batuan metamorfosa yang berasal dari perut bumi di bawah lantai samudra.
Bila Anda mau berjalan lebih jauh lagi ke utara, banyak formasi batuan yang sepertinya bisa melengkapi situs Karangsambung. Selain formasi Karangsambung, ada pula formasi Totogan, formasi Waturondo, dan formasi Penosogan. Jangan heran bila di wilayah itu semua batu seolah bisa bercerita.
(Komper Wardopo-46m)
http://suaramerdeka.com/harian/0605/17/nas20.htm
0 komentar:
Posting Komentar