This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 19 Mei 2006

Potensial Menjadi Wisata Kebumian



Jumat, 19 Mei 2006 | NASIONAL

Menelusuri Cagar Geologi Karangsambung (3-Habis)

ANCAMAN terhadap konservasi Karangsambung tak hanya dari penambangan besar dengan menggunakan alat-alat berat.

Ancaman juga berasal dari penambangan batu-batu kecil di sepanjang Sungai Luk Ulo. Penambangan pasir di sungai terbesar di Kebumen itu, langsung atau tidak, cepat atau lambat, pasti mengancam konservasi Karangsambung.
Dampak yang dirasakan, terlihat dari kondisi jalan Mertokondo-Karangsambung sepanjang 18 kilometer. Kondisi jalan itu rusak berat akibat dilalui ratusan truk mengangkut pasir dari Sungai Luk Ulo. 

"Kami mengemban misi konservasi. Namun berhadapan dengan warga yang menambang batuan itu, tak bisa berbuat apa-apa," kata Kepala Bidang Pengembangan UPT LIPI BIKK Karangsambung, Prio Hartanto.

Geowisata 

Bagi Kepala UPT LIPI BIKK Karangambung, Dr Munasri, kawasan geologi Karangsambung memang tidak dirancang menjadi taman nasional geologi, tetapi untuk cagar alam. Sebab bila dikembangkan menjadi taman, konsekuensinya daerah itu harus steril dari berbagai aktivitas dan dilindungi untuk kepentingan ilmiah serta konservasi.

Sebaliknya, dengan konsep cagar alam geologi, lanjut Munasri, diartikan tetap ada keseimbangan, yakni masyarakat setempat bisa melakukan aktivitas ekonomi seiring dengan kepentingan konservasi.

Masyarakat setempat dengan berbagai mata pencariannya, bisa saling melengkapi. Misalnya melakukan tanaman tumpang sari, menjual makanan khas, hingga memproduksi kerajinan setempat. 

Karena itu, kini tengah disiapkan draf peraturan presiden (Perpres) tentang kawasan geologi di Indonesia dengan Karangsambung sebagai lokasi yang pertama.

Menurut doktor lulusan Tsukuda University Jepang itu, Perpres yang tengah digodok di tingkat menteri tersebut mengatur konservasi bagi keanekaragaman batuan untuk kepentingan ilmiah. 

Perpres itu tidak melarang aktivitas masyarakat setempat, sepanjang tidak merusak batuan.

Kini, Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) tengah disiapkan. 

Pencanangan cagar alam yang berbasis ilmu kebumian Karangsambung itu, lantaran di kawasan tersebut berbagai batuan bisa dilihat prosesnya secara "teks book". Selain itu amat berguna bagi para pelajar, mahasiswa, hingga ahli geologi, untuk belajar tentang terjadinya bumi.(Komper Wardopo-60a) 

http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/19/nas20.htm

Kamis, 18 Mei 2006

Pengeprasan Bukit Ancam Konservasi



Kamis, 18 Mei 2006 | NASIONAL

Menelusuri Cagar Geologi Karangsambung (2)

STUDI LAPANGAN: Sejumlah mahasiswa geologi Universitas Padjajaran Bandung melakukan studi lapangan di Gunung Parang, tak jauh dari kampus LIPI, dibimbing dosen ITB dan staf peneliti UPT. (57j). Foto SM/Komper Wardopo.

SIANG itu, terik matahari di balik lereng Gunung Parang, Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, Kebumen, terasa menembus ubun-ubun. Parno (50), pemilik bukit itu, tengah istirahat setelah memecah batu.

Sembari mengisap sebatang rokok, lelaki itu ditemani dua tetangganya, Marsono (46) dan Sali (37), duduk di atas tumpukan batu belah yang baru digali dari bukit di belakang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Balai Informasi dan Konservasi Kebumian (BIKK) Karangsambung.

Parno mengaku, setiap hari terpaksa mengepras bukit guna menopang hidup. Batuan hitam kebiruan yang cocok untuk fondasi itu, ia jual untuk proyek apa saja. Tiap satu rit truk ditawarkan Rp 100.000. "Kadang sehari dapat satu rit, kadang tidak," ucapnya dengan nada ketus.

Tak jauh dari bukit itu, masih termasuk kawasan konservasi yang dilindungi. Sebab, batuan tersebut telah menjadi cagar geologi yang dipayungi dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jateng 1995. Namun, pemerintah dan LIPI belum mampu membeli dan membebaskan semua kawasan batuan tersebut.
DPRD Kebumen pun, belakangan ini memprihatinkan penggalian batu secara liar yang mengggunakan bahan peledak itu. Meski lokasi yang digali di kawasan cagar geologi, nyatanya tetap aman-aman saja. Padahal, di kawasan itu terdapat formasi batuan yang khas.

Andalan Penelitian

Kemiringan bukit batuan beku, membentuk tiang-tiang batu yang menarik akibat kontraksi saat pembekuan. Tak heran, batuan jenis kolom itu menjadi salah satu andalan penelitian UPT BIKK Karangsambung. 

Hanya, di dekatnya juga ada penambangan yang lebih intensif. Kegiatan pengeprasan bukit berlangsung setiap hari dan semakin melebar areanya.
Batu belah, dipecah besar-besar untuk fondasi; batu belah kecil untuk krokos jalan, dan batu split atau kericak untuk pengaspalan. Lengkap sudah ancaman bagi kawasan cagar alam geologi Karangsambung tersebut.

Tak hanya itu ancaman kerusakan cagar geologi berlangsung. Di Desa Totogan, malah ada penambangan marmer yang berlangsung lama. Demikian pula di Desa Pucangan, batuan serpentinit yang unik berwarna merah, biru, dan hitam, yang semestinya tak boleh diambil, oleh penduduk justru dimanfaatkan untuk dijual menjadi ornamen bagi perumahan. Batu itu kategori langka, sehingga harganya pun cukup mahal.

Tiap pekan, dua sampai tiga truk mengangkut batu-batu unik Kebumen itu, yang kemudian dipasarkan ke kompleks perumahan baru di Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Ada yang untuk dinding, lantai, ada pula yang untuk ornamen rumah. Bahkan, kini ada pabrik pengolah batu dinding di Tanuraksan, dekat dengan Kota Kebumen.(Komper Wardopo-60a) 

http://suaramerdeka.com/harian/0605/18/nas19.htm

Rabu, 17 Mei 2006

Semua Batu Seolah Bisa Bercerita



Rabu, 17 Mei 2006 | NASIONAL


Menelusuri Cagar Geologi Karangsambung (1)

BATUAN KOLOM: Penambangan batuan kolom di Karangsambung, Kebumen. (57m) Foto: SM/Komper Wardopo

Karangsambung yang terletak 19 kilometer sebelah utara Kebumen, selama ini hanya dikenal sebagai penghasil batu akik dan bambu. Padahal kawasan dengan luas 300 kilometer persegi itu ternyata telah menjadi ''kampus alam'' terbaik untuk pengembangan ilmu kebumian. Berikut laporannya.

HAMPIR semua batu di wilayah Karangsambung bernilai ilmiah. Formasi atau susunan batuan yang unik, lengkap, dan berumur tua (diperkirakan ratusan juta tahun) tersingkap di kawasan pedesaan yang dekat dengan aliran Sungai Luk Ulo. 

Selain itu, panorama alamnya juga indah. Bila datang ke daerah itu, Anda masih bisa merasakan hawa sejuk. Aneka batuan yang tampak aneh-aneh dipadukan dengan keasrian lingkungan, menjadikan daerah itu pas sebagai laboratorium alam terbaik di Indonesia. 

Tidak heran bila lebih dari 3.000 geolog lahir dan pernah melakukan studi di Karangsambung. Sudah puluhan doktor, ratusan master, dan mungkin ribuan sarjana geologi menimba ilmu di daerah terpencil itu. ''Jangan merasa menjadi geologis bila belum pernah ke Kampus Alam Karangsambung,'' ungkap Kepala Unit Pelaksana Teknis (LIPI) Balai Infomasi dan Konservasi Kebumian (BIKK) Karangsambung Dr Munasri.

Kini sosialisasi artefak bumi di wilayah itu tengah diberikan secara intensif kepada masyarakat dari 56 desa yang meliputi enam kecamatan dan tiga kabupaten. 

Empat kecamatan di antaranya, berada di wilayah Kebumen, yakni Kecamatan Karangsambung, Sadang, Karanggayam, dan Alian. Sementara dua lagi di Kecamatan Pagedongan Banjarnegara dan Kecamatan Kaliwiro Wonosobo.
Para ahli geologi meyakini, fenomena geologi yang khas selama terjadi evolusi bumi atau sejak zaman kapur (120 juta tahun yang lalu), sampai sekarang bisa dirunut. 

Menurut Munasri, selain fenomena alam, di kawasan itu juga bisa ditemukan tiga jenis batuan dasar, yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Di lokasi itu juga bisa dilacak bukti proses evolusi lempeng kerak bumi.

Batu Konglomerat

Tidak jauh dari Kampus UPT LIPI di Desa Karangsambung atau persis di belakang Kecamatan Karangsambung, bisa ditemukan pesanggrahan yang berupa bukit di tepi Sungai Luk Ulo. Di sana banyak dijumpai batu konglomerat. Meski terlihat tidak terlalu istimewa (untuk sementara ini masih aman dari penambangan manusia), tempat itu menyimpan kekayaan ilmiah dari kelengkapan susunan batuan. Sebab batu yang termasuk batuan sedimen klastik ini bila diiris dan dilihat bagian dalamnya, memiliki tekstur unik. Ada yang memiliki butiran kecil, besar, dan butiran halus. 

Tidak jauh dari kampus, tepatnya di belakang tembok, ada batu gamping di sepanjang jalan kampung. Batu gamping yang termasuk sedimen laut dangkal itu mengandung fosil nummulites dan dinamai batu gamping terumbu. Sekitar satu kilometer sebelum masuk Desa Karangsambung, juga ada lereng yang oleh warga disebut Waturondo atau Selorondo. Batuan itu termasuk batuan breksi andesit dan produk gunung api yang diendapkan di dasar laut.

Di Desa Pucangan, dua kilometer dari Karangsambung, juga bisa ditemukan susunan batuan unik yang berwarna biru kemerah-merahan. Menurut Munasri, batuan itu namanya sepentinit, sebagai batuan metamorfosa yang berasal dari perut bumi di bawah lantai samudra. 

Bila Anda mau berjalan lebih jauh lagi ke utara, banyak formasi batuan yang sepertinya bisa melengkapi situs Karangsambung. Selain formasi Karangsambung, ada pula formasi Totogan, formasi Waturondo, dan formasi Penosogan. Jangan heran bila di wilayah itu semua batu seolah bisa bercerita.

(Komper Wardopo-46m)
http://suaramerdeka.com/harian/0605/17/nas20.htm